Rabu, 06 Januari 2016

POTENSI LAUT DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN NASIONAL

           Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki letak geografis strategis karena terletak di antara dua benua, yaitu benua Asia dan benua Australia serta di antara dua samudra, yaitu samudra Pasifik dan samudra Hindia. Hal ini menjadikan negara Indonesia memiliki wilayah laut yang lebih luas daripada wilayah daratnya. Selain itu, Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada sehingga Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan potensi sumber daya laut melimpah misalnya pada sektor perikanan, pariwisata bahari, potensi alur pelayaran Indonesia, sektor pertambangan dan energi, industri  maritim, bioteknologi kelautan, dan lain-lain. Kekayaan laut tersebut apabila dimanfaatkan secara optimal dapat meningkatkan perekonomian nasional melalui peningkatan pendapatan nasional riil dan pendapatan riil per kapita yang selanjutnya akan memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Mengoptimalkan pemanfaatannya disini bukan berarti bisa melakukan eksploitasi tanpa batas, namun pemanfaatan secukupnya dan yang selalu memperhatikan pelestarian lingkungan sekitarnya.
Indonesia terdiri dari 17.502 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km dengan luas wilayah perikanan di laut sekitar 5,8 juta km2, yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta km2 serta perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km2. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah laut Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dalam pengembangan sektor perikanan yang merupakan kegiatan ekonomi dengan prospek menjanjikan di masa depan. Sumber daya ikan di wilayah laut Indonesia paling tidak mencangkup 37% dari spesies ikan di dunia (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1994). Di wilayah perairan laut Indonesia terdapat beberapa jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi antara lain : tuna, cakalang, udang, tongkol, tenggiri, kakap, cumi-cumi, ikan-ikan karang (kerapu, baronang, udang barong/lobster), ikan hias dan kekerangan termasuk rumput laut (Barani, 2004).
Dengan melimpahnya sumber daya laut, Indonesia telah melakukan ekspor hasil laut ke beberapa negara dan bahkan ada beberapa negara yang sudah melakukan kontrak dengan Indonesia, seperti Jerman yang baru-baru ini melakukan kontrak ekspor hasil laut dengan Indonesia. Hal ini menunjukkan perkembangan perekonomian yang didukung sumber daya laut Indonesia. Ekspor produk laut Indonesia, seperti ikan dan udang masih tercatat paling besar di dunia dengan urutan ketiga setelah Thailand dan Vietnam. Menurut VP Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), Johan Suryadharma dalam pameran Eastpack Eastfood Expo 2012 di Grand City bahwa hasil laut Indonesia unggul, karena Indonesia selalu memperhatikan food safety. Meskipun dinilai unggul, tetapi penyerapan pasar domestik terhadap produk hasil laut masih rendah, hanya 30 kg per kapita sehingga banyak produk yang di ekspor. Dari total produksi, sekitar 90% produk hasil laut Indonesia untuk ekspor sedangkan hanya 10% untuk memenuhi permintaan pasar domestik.
Sama halnya dengan Johan, Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), Thomas Darmawan juga menyayangkan penyerapan produk hasil laut pasar domestik yang rendah itu. Jepang merupakan salah satu tujuan ekspor udang terbesar Indonesia, dimana kebutuhan Jepang terhadap udang mencapai satu juta ton per tahun. Menurutnya, Indonesia baru dapat memenuhi kebutuhan Jepang terhadap udang sekitar 30% dari totalnya atau sekitar 295.486 ton dengan nilai transaksi US $284,664 juta. Fakta ini adalah suatu hal yang aneh, bagaimana bisa pasar asing memberikan kepercayaan yang besar pada Indonesia untuk penyerapan produk hasil laut sedangkan pasar domestik hanya menyerap sebagian kecil dari produksi yang ada. Ekspor produk hasil laut Indonesia sekitar 2000 ton per tahun, sedangkan AS sendiri mengimpor rata-rata 8000 ton per tahun, ini juga merupakan bukti bahwa produk hasil laut Indonesia sangat dipercaya oleh pasar internasional. Oleh karena itu, diperlukan adanya peran pemerintah untuk meningkatkan kepercayaan pasar domestik akan produk hasil laut pada negaranya sendiri.
Selain Indonesia, ada beberapa negara yang juga memperebutkan dominasi produk hasil laut internasional. Menyikapi hal itu, Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Kelautan yang berisi Standar Nasional Indonesia terhadap produk ikan. Industri perikanan dalam negeri dituntut mampu menyesuaikan dengan Undang-Undang Kelautan tersebut untuk meningkatkan daya saing, baik pada pasar dalam negeri maupun pasar internasional. Dengan adanya aturan tersebut, diharapkan Indonesia dapat meningkatkan produksi perikanan dengan kualitas tinggi, sehingga harganya bisa terjangkau dan menjamin ketersediaan di pasar domestik maupun pasar internasional. Menurut Serikat Nelayan Indonesia (SNI), potensi eksploitasi ikan berkelanjutan di Indonesia bernilai 6,26 juta ton per tahun. Hal ini menunjukkan prospek pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia dinilai sangat cerah dan menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang strategis.
Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Budi Laksana mengatakan bahwa sumber daya ikan yang hidup di wilayah perairan Indonesia dinilai memiliki tingkat keragaman hayati (bio-diversity) paling tinggi. Namun, kebijakan pembangunan di sektor kelautan dan perikanan belum berhasil menyelesaikan permasalahan kemiskinan nelayan secara mendasar. Kemiskinan nelayan selama ini terjadi salah satunya karena alih teknologi yang kurang tepat misalnya program bantuan kapal yang sering tidak tepat sasaran dan akselerasinya terlalu cepat. Hal ini menyebabkan nelayan yang biasanya menggunakan kapal ukuran kecil dipaksa untuk mampu mengelola kapal ukuran besar, yang dampaknya pada pengelolaan yang tidak maksimal dan menyebabkan program itu menjadi sia-sia. Menanggapi hal ini, seharusnya pemerintah meninjau ulang beberapa program kerjanya sehingga ketika program tersebut diterapkan dapat berjalan tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Selain menghabiskan dana yang tidak sedikit pada setiap programnya, nelayan juga tidak akan maksimal dalam mencapai target yang diinginkan, dimana akan berakibat pada menurunnya produksi hasil laut Indonesia.
Selain masalah kemiskinan yang belum terselesaikan, dari sisi lain muncul berbagai masalah yang berkaitan dengan pemanfaatan wilayah perikanan, diantaranya adalah belum optimalnya produksi yang dihasilkan dan adanya kondisi tangkap lebih (over fishing) di beberapa wilayah perairan Indonesia. Fakta ini diperburuk dengan kerusakan lingkungan ekosistem laut yang merupakan tempat hidup sebagian besar biota laut. Belum optimalnya produksi yang dihasilkan ini terjadi karena masih rendahnya produktivitas nelayan dalam kegiatan tangkap ikan. Sedangkan fenomena over fishing juga hanya terdapat di beberapa wilayah seperti selat Malaka dan selat Bali, namun sebaliknya masih banyak kawasan perairan yang masih belum optimal pemanfaatannya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya ketidakseimbangan dalam pemanfaatan sektor perikanan di Indonesia. Beberapa permasalahan tersebut harus segera mendapat perhatian agar sumber daya perikanan Indonesia masih terjamin di masa depan. Selain itu, jika sektor perikanan ini mendapat perhatian dengan baik dan berkembang pesat, maka akan meningkatkan kuliatas ikan yang dihasilkan di wilayah perairan Indonesia yang selanjutnya menjadi penunjang perekonomian nasional melalui peningkatan pendapatan riil nasional serta dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan Indonesia.
Selain pada sektor perikanan, Indonesia juga unggul dalam sektor pariwisata khususnya pariwisata laut. Menurut Menteri Koordinator Kemaritiman, Indroyono Soesilo, menyatakan bahwa pariwisata adalah sesuatu yang dapat menyelamatkan perekonomian negara Indonesia yang semakin memburuk saat ini karena merupakan penghasil devisa terbesar negara di atas migas, batubara, kelapa sawit dan karet alam. Ia menjelaskan bahwa saat ini negara Indonesia banyak berfokus pada perbaikan sektor pariwisata karena menurut data yang diperolehnya, sampai di tahun 2019 nanti akan terjadi kenaikan tren devisa. Potensi kekayaan maritim yang dapat dikembangkan menjadi komoditi pariwisata di laut Indonesia antara lain: wisata bisnis (business tourism), wisata pantai (seaside tourism), wisata budaya (culture tourism), wisata pesiar (cruise tourism), wisata alam (eco tourism), dan wisata olahraga (sport tourism). Meskipun saat ini sektor pariwisata sedang berkembang cukup pesat, namun masih banyak permasalahan yang menjadi kendala sektor pariwisata Indonesia. Diantaranya adalah masalah sarana dan prasarana yang belum memadai, Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih banyak memerlukan perbaikan kualitas dalam pengelolaan, kebijakan atau peraturan daerah yang kurang berfokus pada pengembangan pariwisata laut, masih kurang kesiapan dari masyarakat sebagai salah satu aktor pengembang pariwisata laut, dan kurangnya investasi untuk perkembangan pariwisata laut.
Sarana dan prasarana yang belum memadai adalah permasalahan utama karena itu merupakan salah satu media tercapainya kemajuan pariwisata laut di Indonesia. Oleh karena itu, saat ini negara Indonesia sedang berusaha dan memberikan banyak perhatian terhadap perkembangan sarana dan prasarana pariwisatanya. Mengenai kebijakan atau peraturan daerah saat ini juga sedang berlangsung proses penyempurnaan demi kelancaran kegiatan ekonomi di sektor pariwisata ini. Sedangkan mengenai kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kesiapan masyarakat dan kurangnya investasi merupakan beberapa masalah yang saling berkaitan. Kesiapan masyarakat merupakan salah satu indikator kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dan Sumber Daya Manusia (SDM) akan sangat membutuhkan dukungan investasi dalam mengelola serta mengembangkan pariwisata laut.
Perbaikan sektor pariwisata khususnya wilayah laut sangat diperlukan karena pariwisata yang maju dapat meningkatkan cadangan devisa Indonesia yang mampu menyelamatkan perekonomian nasional. Suatu daerah apabila memiliki tempat wisata yang maju akan banyak memberi kesempatan bagi masyarakatnya untuk membuka usaha-usaha baru sekitar wisata, sehingga dapat menambah pendapatan yang selanjutnya dapat mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan. Untuk memperlancar perkembangan sektor pariwisata dibutuhkan adanya kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta maupun masyarakat. Dengan turutsertanya masyarakat sekitar daerah dalam pengelolaan, diharapkan bisa menggerakkan perekonomian rakyat dan bukan hal yang tidak mungkin bagi Indonesia untuk bersaing dengan negara-negara ASEAN 2015, dimana negara Indonesia merupakan negara yang paling melimpah sumber dayanya, khususnya pada pariwisata laut.
Indonesia memiliki posisi dan luas wilayah laut yang strategis, yakni merupakan jalur perdagangan internasional. Fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kekuatan dan kesempatan dalam memanfaatkan jalur perdagangan internasional apabila Indonesia mampu mengelola pulau-pulau yang dimilikinya dengan baik. Dengan kemampuan menggali dan memanfaatkan kekayaan alam yang ada, khususnya sumber daya laut, Indonesia akan memiliki banyak pilihan produk yang dapat dikembangkan sebagai komoditi perdagangan, baik untuk pasar lokal maupun pasar internasional. Namun, dengan wilayah laut yang strategis, Indonesia juga memiliki ancaman dibidang ekonomi, yaitu adanya fakta bahwa masyarakat Indonesia masih sedikit yang dapat menikmati kekayaan alam yang ada, sedangkan pihak asing banyak melakukan pemanfaatan secara ilegal di beberapa wilayah laut Indonesia yang sulit mendapat pengawasan. Jika dibiarkan secara berkelanjutan, maka Indonesia akan mengalami kerugian yang besar. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab belum optimalnya pencapaian target Indonesia dari segi perekonomian, karena banyak pemanfaatan yang tidak memberikan keuntungan dan bahkan tidak diketahui sehingga pihak Indonesia sendiri tidak memberikan kontrol atas berbagai aktivitas ekonomi ilegal tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan keamanan wilayah laut untuk mencegah pemanfaatan ilegal pihak asing karena laut juga sudah mempunyai batas-batas wilayah yang jelas sehingga Indonesia dapat segera mengambil tindakan jika pelanggaran itu terjadi.
Jalur perdagangan internasional saat ini banyak yang melewati laut Indonesia, baik dari Australia maupun benua Amerika. Tidak hanya sebagai jalur perdagangan internasional, wilayah laut juga merupakan penghubung pulau-pulau di Indonesia dalam penyaluran dan pengadaan barang dan jasa. Potensi laut sebagai kekayaan maritim akan mendorong tumbuhnya industri-industri diberbagai sektor pendukungnya karena lebih dari 75 persen barang dan komoditas yang diperdagangkan di wilayah sekitar Asia-Pasifik ditranportasikan melalui jalur laut. Sektor yang dapat memperkuat perekonomian Indonesia selain dengan tumbuhnya industri-industri baru sebagai efek jalur pelayaran internasional adalah sektor pertambangan dan energi. Potensi sumber daya tambang dan energi ini tersebar di seluruh perairan Indonesia. Adapun potensi energinya antara lain energi gelombang laut, arus pasang surut, angin laut, perbedaan temperatur air laut (pengaruh density), serta geothermal permukaan laut yang akan sangat berpengaruh pada kelancaran transportasi laut, keragaman hayati laut, dan lain-lain.
Potensi hasil laut Indonesia yang lain adalah rumput laut, ekspor rumput laut Indonesia juga ternyata cukup berpengaruh dalam pasar internasional. Menurut data FAO dan SEAplant, Indonesia menguasai sekitar 50 persen produk rumput laut hasil budidaya di dunia, yaitu untuk jenis Eucheuma, Gracilaria, dan Kappaphycus. Dalam Laporan Statistik Ekspor-Impor Produk Perikanan tahun 2010, secara umum perkembangan volume dan nilai ekspor dalam kurun waktu 2005-2010 mengalami kenaikan. Nilai ekspor pada tahun 2010 mencapai US $155.619.562 atau meningkat 77 persen jika dibandingkan total nilai ekspor tahun sebelumnya yang mencapai US $87.773.297. Ekspor hasil rumput laut Indonesia terhadap pemenuhan kebutuhan rumput laut dunia mencapai 20,74 persen, dimana sejumlah 51,71 persen diekspor ke Tiongkok dan sisanya diekspor ke Filipina 12,28 persen, Vietnam 7,70 persen, Chili 4,57 persen, Inggris 3,18 persen, Amerika Serikat 3,29 persen, Jerman 3,89 persen, Hongkong 1,46 persen, Korea 2,96 persen, Prancis 1,89 persen, dan negara lainnya 7,19 persen. Melihat prospek ekspor rumput laut Indonesia yang dinilai menguntungkan, pemerintah beberapa tahun lalu justru mengurangi atau bahkan menghentikan ekspor rumput laut secara bertahap. Hal ini dikarenakan kurang terserapnya produk rumput laut dalam negeri yang sekitar 25 persen dari total produksi dan sisanya diekspor dalam bentuk bahan mentah ke pasar internasional.
Alex SW (Wakil Menteri Perindustrian) mengatakan bahwa wilayah Ambon dan sekitarnya mempunyai potensi alam yang sangat besar untuk menjadi Lumbung Ikan Nasional (LIN) dan rumput laut, karena budidaya rumput laut itu bisa dipanen sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Jenis rumput laut Indonesia yang paling banyak diminati adalah produk rumput laut kering. Hal ini dikarenakan rumput laut kering dapat diolah menjadi bahan-bahan penting pengganti pangan. Diantaranya diolah menjadi bahan baku makanan, makanan hewan peliharaan, bahan makanan tambahan bahkan pengendalian pencemaran. Untuk mempertahankan pangsa pasar dalam negeri maupun internasional, Indonesia dituntut terus meningkatkan kualitas rumput lautnya. Disamping itu, menurut Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Kementerian Perdagangan, Nus Nuzulia Ishak dalam VIVA.co.id, pihak pemerintah juga akan mendukung sepenuhnya perkembangan sektor rumput laut nasional. Sehingga nilai tambah yang dihasilkan petani semakin dapat dirasakan. Namun, dia mengatakan, peran serta asosiasi sangat penting untuk mewujudkan hal tersebut. Karena itu, koordinasi dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar negeri sangat penting. Kerjasama antara Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) dengan Seaweed Industry Association of The Phillipones (SIAP) telah menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dan memaksimalkan pemenuhan pasar rumput laut.
Sebagai negara dengan perairan yang luas, kekayaan hasil laut Indonesia sangat besar. Menurut Nus, dengan kekayaan hasil laut yang melimpah khususnya rumput laut harus dimanfaatkan oleh industri dalam negeri. Hal ini bertujuan agar ketika Indonesia bisa mengekspor ke pasar internasional, Indonesia harus terlebih dahulu menguasai permintaan pasar dalam negeri. Meskipun jika dinilai, keuntungan yang dihasilkan secara financial pada pasar internasional jauh lebih tinggi daripada ketika memenuhi industri dalam negeri.  Namun, dengan penyerapan produk hasil laut yang besar oleh pasar domestik akan membuktikan eksistensi industri lokal untuk berproduksi secara efektif dan efisien karena dengan membeli produk hasil laut dalam negeri pasti akan lebih murah daripada mengimpor sehingga harga produk industri-industri tersebut lebih terjangkau oleh masyarakat. Menanggapi banyaknya permasalahan dalam pertahanan keamanan pemanfaatan kekayaan laut, pemerintah saat ini sedang memperkuat diplomasi hukum tentang laut sehingga tidak ada lagi bentuk-bentuk kecurangan dan penyalahgunaan pemanfaatan laut yang merugikan perekonomian Indonesia. Untuk menunjang kualitas dari produk hasil laut, sebaiknya dilakukan program peningkatan skill para pelaut dengan pemberian tambahan pengetahuan mengenai alih teknologi modern sehingga para pelaut dapat memaksimalkan proses pengelolaan hasil laut Indonesia. Karena dengan teknologi yang didukung sumber daya manusia yang berkualitas akan meningkatkan perkembangan perekonomian Indonesia dalam jangka panjang yang selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Barani, Husni Mangga, 2004. Pemikiran Percepatan Pembangunan Perikanan
           Tangkap Melalui Gerakan Nasional. [cited 2009 Mei 27]. Tersedia di : https://www.academia.edu/6364759/POTENSI_PRODUKSI_SUMBERDAYA_IKAN_DI_PERAIRAN_LAUT_INDONESIA_DAN_PERMASALAHANNYA
Alphacasa, Awan. 2013. “Pariwisata untuk Meningkatkan Perekonomian Daerah”. https://seratalphacasa.wordpress.com/2013/05/15/menggali-potensi-pariwisata-untuk-meningkatkan-perekonomian-daerah/. Diakses pada tanggal 25 September 2015 pukul 19.00 WIB.
Dikutip dari http://encyclopediaindonesia.blogspot.co.id/2012/11/letak-geografis-indonesia-indonesia.html pada tanggal 26 September 2015 pukul 07.00 WIB.
Fithriyah, Mia. 2015. “Optimalisasi Wisata Bahari Berbasis Masyarakat untuk Indonesia 2015”.  http://miafithriyah.blogspot.co.id/2015/01/optimalisasi-wisata-bahari-berbasis.html. Diakses pada tanggal 26 September 2015 pukul 20.00 WIB.
Ambarwati, Ririn. 2014. “Membangun Kelautan untuk Mengembalikan Kejayaan Sebagai Negara Maritim”. http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/ver2/news/read/ 115/membangun-kelautan-untuk-mengembalikan-kejayaan-sebagai-negara-maritim. html. Diakses pada tanggal 26 September 2015 pukul 20.45 WIB.
Satria, Hardiat Dani. 2015. “Kala Pengembangan Pariwisata Tak Didukung Tata Kelola yang Baik”. http://telusur.metrotvnews.com/read/2015/06/20/ 406119/kala-pengembangan-pariwisata-tak-didukung-tata-kelola-yang-baik. Diakses pada tanggal 26 September 2015 pukul 20.58 WIB.
Dikutip dari http://www.tribunnews.com/bisnis/2012/07/04/ekspor-masih-didominasi-hasil-laut pada tanggal 27 September 2015 pukul 12.00 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar