Rabu, 06 Januari 2016

GELIAT PEMUDA WUJUDKAN KEMANDIRIAN EKONOMI BANGSA INDONESIA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

Association of South East Asian Nations (ASEAN) merupakan suatu perhimpunan bangsa kawasan Asia Tenggara yang beranggotakan sepuluh negara. Diantaranya adalah Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja. Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN memiliki tujuan kerjasama dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, teknis, pendidikan dan bidang lainnya. Melalui ASEAN, para pemimpin negara-negara di Asia Tenggara bersepakat membentuk ASEAN community atau komunitas ASEAN yang dimulai dengan pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) atau di Indonesia lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk mewujudkan negara yang stabil, makmur dengan perkembangan ekonomi yang adil, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi pada tahun 2020 yang disebut ASEAN Vision 2020. (Wahyuningsih, 2014) Hal ini sesuai dengan salah satu dari tiga pilar dalam landasan komunitas ASEAN. Namun, setelah adanya KTT ASEAN ke-12 pada tahun 2007 para pemimpin ASEAN kembali menyepakati percepatan pelaksanaan komunitas ASEAN ini pada tahun 2015.
Diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dalam komunitas ASEAN sangat berdampak pada ekonomi negara-negara yang terkait, khususnya Indonesia karena MEA akan menimbulkan adanya perdagangan dan aliran modal yang lebih bebas antar negara-negara di Asia Tenggara sehingga tercapai pasar dengan basis produksi tunggal, kawasan ekonomi kompetitif dan pembangunan ekonomi yang merata. Dengan diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), setiap negara dituntut menujukkan kualitas sumber daya manusianya, dimana hal tersebut yang akan menentukan posisi suatu negara dalam persaingan MEA nantinya. Negara dengan sumber daya manusia yang unggul akan menjadi negara kompetitif dan memiliki kesempatan memimpin persaingan dalam MEA, sedangkan negara yang kualitas sumber daya yang rendah hanya akan menjadi penonton atau pasar yang pasif dalam persaingan MEA ini. Sumber daya manusia disini lebih ditujukan kepada para pemuda sebagai generasi yang harus dapat menjawab tantangan dalam persaingan MEA dan menjadikan negaranya berada pada posisi yang diuntungkan, bukan menguntungkan.
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumber daya melimpah, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa menguasai hampir setengah dari seluruh penduduk dari berbagai negara yang tergabung dalam ASEAN, yaitu sekitar 600 juta jiwa. Hal ini membuktikan peran Indonesia yang sangat besar dalam menyumbang pasar ekonomi ASEAN. (Dirga Utama Mahardika, 2015) Namun, fakta yang ada di Indonesia dengan sumber daya melimpah tersebut tidak diiringi dengan kualitas yang unggul. Inilah yang menjadi masalah serius ketika Indonesia dihadapkan pada tantangan dalam merebutkan posisi yang diuntungkan dalam persaingan MEA.
Seperti yang telah disinggung di atas bahwa salah satu jawaban atas masalah dalam menghadapi tantangan persaingan MEA adalah dengan adanya peran pemuda. Dikatakan pemuda ialah mereka yang berusia 18 hingga 35 tahun, dimana pada usia ini seseorang sedang mengalami perkembangan biologis maupun psikologis. Oleh karenanya, pemuda selalu memiliki aspirasi yang berbeda jika dibandingkan dengan aspirasi masyarakat umum sehingga menumbuhkan semangat-semangat pembaharu melalui inovasi dan kreativitasnya. (Wahyuningsih, 2014) Untuk itu, pemuda dengan karakter progresifnya dalam melihat MEA 2015 bukan lagi sebagai ancaman melainkan berpandangan optimis dan visioners sebagai sebuah peluang dan kesempatan dalam memajukan ekonomi bangsa.
Sebagai tulang punggung perekonomian yang memiliki tanggung jawab demi memajukan bangsa, pemuda mengisi peranannya dalam mewujudkan kemandirian ekonomi bangsa. Untuk mencapai cita-cita tersebut, pemuda harus mulai meningkatkan produktivitas dan kualitasnya. Selama ini masyarakat banyak yang lebih tertarik pada produk luar negeri daripada dalam negeri, oleh karena itu kemandirian ekonomi bangsa akan terwujud apabila pemudanya mampu menciptakan konsep kreativitas dan daya saing guna memenuhi kebutuhan bangsanya sendiri. Selanjutnya pemuda harus membiasakan dirinya untuk menjadi something maker yang selalu muncul dengan pembaharuan kreativitasnya. Hal ini dikarenakan adanya fakta bahwa produk barang dan jasa Indonesia belum bisa menguasai pasar dunia meskipun Indonesia telah memiliki sumber daya melimpah. Oleh karena itu, pemuda yang kreatif, inovatif, kompetitif dan mandiri sangat dibutuhkan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015.
Seorang pemuda yang berkualitas harus memiliki softskill dan hardskill yang tinggi. Dua komponen ini tidak bisa dipisahkan karena kesuksesan seseorang tidak hanya dari pengetahuan dan kemampuan teknis saja (hardskill), tetapi juga kemampuan mengelola diri sendiri dan orang lain (softskill). Hardskill yaitu penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang keilmuan yang dipelajari. Sedangkan softskill merupakan keterampilan seseorang yang berhubungan dengan orang lain (inter-personal skill) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intra-personal skill). Inter-personal skill diantaranya adalah kemampuan dalam berkomunikasi, membangun hubungan baik, kemampuan memotivasi, kemampuan kepemimpinan, kemampuan memasarkan diri sendiri, kemampuan bernegosiasi dan kemampuan presentasi. Sedangkan intra-personal skill diantaranya adalah membangun karakter, membentuk kepercayaan atau keyakinan, melaksanakan dan mengatur perubahan, mengatur tingkat stres pada diri sendiri, melaksanakan dan mengatur waktu, proses berpikir kreatif, menentukan tujuan hidup, dan teknik percepatan belajar. (Wahyuningsih, 2014)
Sudah saatnya pemuda Indonesia harus mampu berpikir global namun bertindak berdasarkan kearifan lokal atau think globally and act locally serta mengubah mindset dari nasional menuju internasional. (Hokenstad dan Midgley, 1997) Kearifan lokal disini harus tetap melekat pada jiwa pemuda karena pemuda harus menunjukkan identitas bangsa melalui kebudayaan Indonesia. Tanpa adanya bingkai nilai sosial-budaya yang sehat dan kuat, keinginan menjadikan bangsa memiliki keberlanjutan adalah impian seorang paranonia. (Bartelmus, 1999) Pemuda diharapkan menjadi economic agent change, yaitu agen perubahan bidang ekonomi ke arah yang lebih baik, serta dapat menjadi solusi bangsa bukan memberi masalah untuk bangsa. Oleh karenanya, Indonesia dengan peran pemudanya benar-benar siap dan menjadi leader, bukan penonton dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.

DAFTAR PUSTAKA

Bartelmus, P. 1999. Sustainable Development: Paradigm or Paranoia?. Wupertal Institute fur Klima, Umwet. Available at :  http://www.wupperist.org?Publicationen/WP/WP93.pdf [13 November 2015
Hokenstad M.C. dan James Midgley. 1997. Realities of Global Interdependence: Challenges for Social Workers in a New Century. Washington D.C.: NASW Press.
Juliyanti, Wiwin. Pemuda dan Eksistensinya dalam Pembangunan Perekonomian Bangsa. 13 November 2015. Available at :  http://tugasdanbelajar.blogspot.co.id/2012/08/essay.html
Mahendra, Dewa. Peran Pemuda dalam 3 Pilar Pembangunan Bangsa. 13 November 2015.
Mahardika, Dirga Utama. Penguatan Peran Pemuda dalam Menghadapi Masyarakat ASEAN 2015 dan Post MDGs. 13 November 2015. Available at :  http://www.kompasiana.com/dirga_mahardika/penguatan-peran-pemuda-dalam-menghadapi-masyarakat-asean-2015-dan-post-mdgs_555465c16523bd98144aef3f
Wahyuningsih. Peran Pemuda Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). 13 November 2015. Available at :  http://lsp.fkip.uns.ac.id/peran-pemuda-indonesia-dalam-menghadapi-asean-economic-community-aec-atau-masyarakat-ekonomi-asean-mea-wahyuningsih-2014/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar