Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki letak geografis strategis karena terletak
di antara dua benua, yaitu benua Asia dan benua Australia serta di antara dua
samudra, yaitu samudra Pasifik dan samudra Hindia. Hal ini menjadikan negara
Indonesia memiliki wilayah laut yang lebih luas daripada wilayah daratnya.
Selain itu, Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia
setelah Kanada sehingga Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan potensi
sumber daya laut melimpah misalnya pada sektor perikanan, pariwisata bahari,
potensi alur pelayaran Indonesia, sektor pertambangan dan energi, industri maritim, bioteknologi kelautan, dan lain-lain.
Kekayaan laut tersebut apabila dimanfaatkan secara optimal dapat meningkatkan
perekonomian nasional melalui peningkatan pendapatan nasional riil dan pendapatan
riil per kapita yang selanjutnya akan memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Mengoptimalkan
pemanfaatannya disini bukan berarti bisa melakukan eksploitasi tanpa batas,
namun pemanfaatan secukupnya dan yang selalu memperhatikan pelestarian
lingkungan sekitarnya.
Indonesia
terdiri dari 17.502 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km dengan luas
wilayah perikanan di laut sekitar 5,8 juta km2, yang terdiri dari
perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta km2 serta perairan
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km2. Hal ini
menunjukkan bahwa wilayah laut Indonesia memiliki potensi yang cukup besar
dalam pengembangan sektor perikanan yang merupakan kegiatan ekonomi dengan
prospek menjanjikan di masa depan. Sumber daya ikan di wilayah laut Indonesia
paling tidak mencangkup 37% dari spesies ikan di dunia (Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup, 1994). Di wilayah perairan laut Indonesia terdapat beberapa
jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi antara lain : tuna, cakalang, udang,
tongkol, tenggiri, kakap, cumi-cumi, ikan-ikan karang (kerapu, baronang, udang
barong/lobster), ikan hias dan kekerangan termasuk rumput laut (Barani, 2004).
Dengan
melimpahnya sumber daya laut, Indonesia telah melakukan ekspor hasil laut ke
beberapa negara dan bahkan ada beberapa negara yang sudah melakukan kontrak
dengan Indonesia, seperti Jerman yang baru-baru ini melakukan kontrak ekspor
hasil laut dengan Indonesia. Hal ini menunjukkan perkembangan perekonomian yang
didukung sumber daya laut Indonesia. Ekspor produk laut Indonesia, seperti ikan
dan udang masih tercatat paling besar di dunia dengan urutan ketiga setelah
Thailand dan Vietnam. Menurut VP Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran
Produk Perikanan Indonesia (AP5I), Johan Suryadharma dalam pameran Eastpack Eastfood
Expo 2012 di Grand City bahwa hasil laut Indonesia unggul, karena Indonesia
selalu memperhatikan food safety.
Meskipun dinilai unggul, tetapi penyerapan pasar domestik terhadap produk hasil
laut masih rendah, hanya 30 kg per kapita sehingga banyak produk yang di
ekspor. Dari total produksi, sekitar 90% produk hasil laut Indonesia untuk
ekspor sedangkan hanya 10% untuk memenuhi permintaan pasar domestik.
Sama
halnya dengan Johan, Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk
Perikanan Indonesia (AP5I), Thomas Darmawan juga menyayangkan penyerapan produk
hasil laut pasar domestik yang rendah itu. Jepang merupakan salah satu tujuan
ekspor udang terbesar Indonesia, dimana kebutuhan Jepang terhadap udang
mencapai satu juta ton per tahun. Menurutnya, Indonesia baru dapat memenuhi
kebutuhan Jepang terhadap udang sekitar 30% dari totalnya atau sekitar 295.486
ton dengan nilai transaksi US $284,664 juta. Fakta ini adalah suatu hal yang
aneh, bagaimana bisa pasar asing memberikan kepercayaan yang besar pada
Indonesia untuk penyerapan produk hasil laut sedangkan pasar domestik hanya
menyerap sebagian kecil dari produksi yang ada. Ekspor produk hasil laut
Indonesia sekitar 2000 ton per tahun, sedangkan AS sendiri mengimpor rata-rata
8000 ton per tahun, ini juga merupakan bukti bahwa produk hasil laut Indonesia
sangat dipercaya oleh pasar internasional. Oleh karena itu, diperlukan adanya
peran pemerintah untuk meningkatkan kepercayaan pasar domestik akan produk
hasil laut pada negaranya sendiri.
Selain
Indonesia, ada beberapa negara yang juga memperebutkan dominasi produk hasil
laut internasional. Menyikapi hal itu, Indonesia telah menetapkan Undang-Undang
Kelautan yang berisi Standar Nasional Indonesia terhadap produk ikan. Industri
perikanan dalam negeri dituntut mampu menyesuaikan dengan Undang-Undang
Kelautan tersebut untuk meningkatkan daya saing, baik pada pasar dalam negeri
maupun pasar internasional. Dengan adanya aturan tersebut, diharapkan Indonesia
dapat meningkatkan produksi perikanan dengan kualitas tinggi, sehingga harganya
bisa terjangkau dan menjamin ketersediaan di pasar domestik maupun pasar
internasional. Menurut Serikat Nelayan Indonesia (SNI), potensi eksploitasi
ikan berkelanjutan di Indonesia bernilai 6,26 juta ton per tahun. Hal ini menunjukkan
prospek pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia dinilai sangat cerah dan
menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang strategis.
Sekretaris
Jenderal Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Budi Laksana mengatakan bahwa sumber
daya ikan yang hidup di wilayah perairan Indonesia dinilai memiliki tingkat
keragaman hayati (bio-diversity) paling tinggi. Namun, kebijakan pembangunan di
sektor kelautan dan perikanan belum berhasil menyelesaikan permasalahan
kemiskinan nelayan secara mendasar. Kemiskinan nelayan selama ini terjadi salah
satunya karena alih teknologi yang kurang tepat misalnya program bantuan kapal
yang sering tidak tepat sasaran dan akselerasinya terlalu cepat. Hal ini
menyebabkan nelayan yang biasanya menggunakan kapal ukuran kecil dipaksa untuk
mampu mengelola kapal ukuran besar, yang dampaknya pada pengelolaan yang tidak
maksimal dan menyebabkan program itu menjadi sia-sia. Menanggapi hal ini,
seharusnya pemerintah meninjau ulang beberapa program kerjanya sehingga ketika
program tersebut diterapkan dapat berjalan tepat sasaran dan sesuai dengan
tujuan yang diinginkan. Selain menghabiskan dana yang tidak sedikit pada setiap
programnya, nelayan juga tidak akan maksimal dalam mencapai target yang
diinginkan, dimana akan berakibat pada menurunnya produksi hasil laut
Indonesia.
Selain
masalah kemiskinan yang belum terselesaikan, dari sisi lain muncul berbagai
masalah yang berkaitan dengan pemanfaatan wilayah perikanan, diantaranya adalah
belum optimalnya produksi yang dihasilkan dan adanya kondisi tangkap lebih (over fishing) di beberapa wilayah
perairan Indonesia. Fakta ini diperburuk dengan kerusakan lingkungan ekosistem
laut yang merupakan tempat hidup sebagian besar biota laut. Belum optimalnya
produksi yang dihasilkan ini terjadi karena masih rendahnya produktivitas
nelayan dalam kegiatan tangkap ikan. Sedangkan fenomena over fishing juga hanya terdapat di beberapa wilayah seperti selat
Malaka dan selat Bali, namun sebaliknya masih banyak kawasan perairan yang
masih belum optimal pemanfaatannya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
ketidakseimbangan dalam pemanfaatan sektor perikanan di Indonesia. Beberapa
permasalahan tersebut harus segera mendapat perhatian agar sumber daya
perikanan Indonesia masih terjamin di masa depan. Selain itu, jika sektor
perikanan ini mendapat perhatian dengan baik dan berkembang pesat, maka akan
meningkatkan kuliatas ikan yang dihasilkan di wilayah perairan Indonesia yang
selanjutnya menjadi penunjang perekonomian nasional melalui peningkatan
pendapatan riil nasional serta dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat,
khususnya nelayan Indonesia.
Selain
pada sektor perikanan, Indonesia juga unggul dalam sektor pariwisata khususnya
pariwisata laut. Menurut Menteri Koordinator Kemaritiman, Indroyono Soesilo,
menyatakan bahwa pariwisata adalah sesuatu yang dapat menyelamatkan
perekonomian negara Indonesia yang semakin memburuk saat ini karena merupakan penghasil
devisa terbesar negara di atas migas, batubara, kelapa sawit dan karet alam. Ia
menjelaskan bahwa saat ini negara Indonesia banyak berfokus pada perbaikan
sektor pariwisata karena menurut data yang diperolehnya, sampai di tahun 2019 nanti
akan terjadi kenaikan tren devisa. Potensi kekayaan maritim yang dapat
dikembangkan menjadi komoditi pariwisata di laut Indonesia antara lain: wisata
bisnis (business tourism), wisata
pantai (seaside tourism), wisata
budaya (culture tourism), wisata
pesiar (cruise tourism), wisata alam
(eco tourism), dan wisata olahraga (sport tourism). Meskipun saat ini sektor
pariwisata sedang berkembang cukup pesat, namun masih banyak permasalahan yang
menjadi kendala sektor pariwisata Indonesia. Diantaranya adalah masalah sarana
dan prasarana yang belum memadai, Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih banyak
memerlukan perbaikan kualitas dalam pengelolaan, kebijakan atau peraturan
daerah yang kurang berfokus pada pengembangan pariwisata laut, masih kurang
kesiapan dari masyarakat sebagai salah satu aktor pengembang pariwisata laut,
dan kurangnya investasi untuk perkembangan pariwisata laut.
Sarana
dan prasarana yang belum memadai adalah permasalahan utama karena itu merupakan
salah satu media tercapainya kemajuan pariwisata laut di Indonesia. Oleh karena
itu, saat ini negara Indonesia sedang berusaha dan memberikan banyak perhatian
terhadap perkembangan sarana dan prasarana pariwisatanya. Mengenai kebijakan
atau peraturan daerah saat ini juga sedang berlangsung proses penyempurnaan
demi kelancaran kegiatan ekonomi di sektor pariwisata ini. Sedangkan mengenai
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kesiapan masyarakat dan kurangnya investasi
merupakan beberapa masalah yang saling berkaitan. Kesiapan masyarakat merupakan
salah satu indikator kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dan Sumber Daya
Manusia (SDM) akan sangat membutuhkan dukungan investasi dalam mengelola serta mengembangkan
pariwisata laut.
Perbaikan
sektor pariwisata khususnya wilayah laut sangat diperlukan karena pariwisata
yang maju dapat meningkatkan cadangan devisa Indonesia yang mampu menyelamatkan
perekonomian nasional. Suatu daerah apabila memiliki tempat wisata yang maju
akan banyak memberi kesempatan bagi masyarakatnya untuk membuka usaha-usaha
baru sekitar wisata, sehingga dapat menambah pendapatan yang selanjutnya dapat
mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan. Untuk memperlancar
perkembangan sektor pariwisata dibutuhkan adanya kerjasama antara pemerintah
pusat, pemerintah daerah, swasta maupun masyarakat. Dengan turutsertanya
masyarakat sekitar daerah dalam pengelolaan, diharapkan bisa menggerakkan
perekonomian rakyat dan bukan hal yang tidak mungkin bagi Indonesia untuk
bersaing dengan negara-negara ASEAN 2015, dimana negara Indonesia merupakan
negara yang paling melimpah sumber dayanya, khususnya pada pariwisata laut.
Indonesia
memiliki posisi dan luas wilayah laut yang strategis, yakni merupakan jalur
perdagangan internasional. Fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki
kekuatan dan kesempatan dalam memanfaatkan jalur perdagangan internasional
apabila Indonesia mampu mengelola pulau-pulau yang dimilikinya dengan baik.
Dengan kemampuan menggali dan memanfaatkan kekayaan alam yang ada, khususnya
sumber daya laut, Indonesia akan memiliki banyak pilihan produk yang dapat
dikembangkan sebagai komoditi perdagangan, baik untuk pasar lokal maupun pasar
internasional. Namun, dengan wilayah laut yang strategis, Indonesia juga
memiliki ancaman dibidang ekonomi, yaitu adanya fakta bahwa masyarakat
Indonesia masih sedikit yang dapat menikmati kekayaan alam yang ada, sedangkan pihak
asing banyak melakukan pemanfaatan secara ilegal di beberapa wilayah laut
Indonesia yang sulit mendapat pengawasan. Jika dibiarkan secara berkelanjutan,
maka Indonesia akan mengalami kerugian yang besar. Hal inilah yang menjadi salah
satu penyebab belum optimalnya pencapaian target Indonesia dari segi
perekonomian, karena banyak pemanfaatan yang tidak memberikan keuntungan dan
bahkan tidak diketahui sehingga pihak Indonesia sendiri tidak memberikan
kontrol atas berbagai aktivitas ekonomi ilegal tersebut. Oleh karena itu, perlu
adanya pengawasan keamanan wilayah laut untuk mencegah pemanfaatan ilegal pihak
asing karena laut juga sudah mempunyai batas-batas wilayah yang jelas sehingga
Indonesia dapat segera mengambil tindakan jika pelanggaran itu terjadi.
Jalur
perdagangan internasional saat ini banyak yang melewati laut Indonesia, baik
dari Australia maupun benua Amerika. Tidak hanya sebagai jalur perdagangan
internasional, wilayah laut juga merupakan penghubung pulau-pulau di Indonesia
dalam penyaluran dan pengadaan barang dan jasa. Potensi laut sebagai kekayaan
maritim akan mendorong tumbuhnya industri-industri diberbagai sektor pendukungnya
karena lebih dari 75 persen barang dan komoditas yang diperdagangkan di wilayah
sekitar Asia-Pasifik ditranportasikan melalui jalur laut. Sektor yang dapat
memperkuat perekonomian Indonesia selain dengan tumbuhnya industri-industri
baru sebagai efek jalur pelayaran internasional adalah sektor pertambangan dan
energi. Potensi sumber daya tambang dan energi ini tersebar di seluruh perairan
Indonesia. Adapun potensi energinya antara lain energi gelombang laut, arus
pasang surut, angin laut, perbedaan temperatur air laut (pengaruh density),
serta geothermal permukaan laut yang akan sangat berpengaruh pada kelancaran
transportasi laut, keragaman hayati laut, dan lain-lain.
Potensi
hasil laut Indonesia yang lain adalah rumput laut, ekspor rumput laut Indonesia
juga ternyata cukup berpengaruh dalam pasar internasional. Menurut data FAO dan
SEAplant, Indonesia menguasai sekitar 50 persen produk rumput laut hasil
budidaya di dunia, yaitu untuk jenis Eucheuma, Gracilaria, dan Kappaphycus.
Dalam Laporan Statistik Ekspor-Impor Produk Perikanan tahun 2010, secara umum
perkembangan volume dan nilai ekspor dalam kurun waktu 2005-2010 mengalami
kenaikan. Nilai ekspor pada tahun 2010 mencapai US $155.619.562 atau meningkat
77 persen jika dibandingkan total nilai ekspor tahun sebelumnya yang mencapai
US $87.773.297. Ekspor hasil rumput laut Indonesia terhadap pemenuhan kebutuhan
rumput laut dunia mencapai 20,74 persen, dimana sejumlah 51,71 persen diekspor
ke Tiongkok dan sisanya diekspor ke Filipina 12,28 persen, Vietnam 7,70 persen,
Chili 4,57 persen, Inggris 3,18 persen, Amerika Serikat 3,29 persen, Jerman
3,89 persen, Hongkong 1,46 persen, Korea 2,96 persen, Prancis 1,89 persen, dan
negara lainnya 7,19 persen. Melihat prospek ekspor rumput laut Indonesia yang
dinilai menguntungkan, pemerintah beberapa tahun lalu justru mengurangi atau
bahkan menghentikan ekspor rumput laut secara bertahap. Hal ini dikarenakan
kurang terserapnya produk rumput laut dalam negeri yang sekitar 25 persen dari
total produksi dan sisanya diekspor dalam bentuk bahan mentah ke pasar
internasional.
Alex
SW (Wakil Menteri Perindustrian) mengatakan bahwa wilayah Ambon dan sekitarnya
mempunyai potensi alam yang sangat besar untuk menjadi Lumbung Ikan Nasional
(LIN) dan rumput laut, karena budidaya rumput laut itu bisa dipanen sepanjang
tahun tanpa mengenal musim. Jenis rumput laut Indonesia yang paling banyak
diminati adalah produk rumput laut kering. Hal ini dikarenakan rumput laut
kering dapat diolah menjadi bahan-bahan penting pengganti pangan. Diantaranya
diolah menjadi bahan baku makanan, makanan hewan peliharaan, bahan makanan
tambahan bahkan pengendalian pencemaran. Untuk mempertahankan pangsa pasar
dalam negeri maupun internasional, Indonesia dituntut terus meningkatkan
kualitas rumput lautnya. Disamping itu, menurut Direktur Jenderal Pengembangan
Ekspor Nasional, Kementerian Perdagangan, Nus Nuzulia Ishak dalam VIVA.co.id, pihak
pemerintah juga akan mendukung sepenuhnya perkembangan sektor rumput laut
nasional. Sehingga nilai tambah yang dihasilkan petani semakin dapat dirasakan.
Namun, dia mengatakan, peran serta asosiasi sangat penting untuk mewujudkan hal
tersebut. Karena itu, koordinasi dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun
luar negeri sangat penting. Kerjasama antara Asosiasi Rumput Laut Indonesia
(ARLI) dengan Seaweed Industry Association of The Phillipones (SIAP) telah
menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dan memaksimalkan pemenuhan pasar
rumput laut.
Sebagai
negara dengan perairan yang luas, kekayaan hasil laut Indonesia sangat besar.
Menurut Nus, dengan kekayaan hasil laut yang melimpah khususnya rumput laut
harus dimanfaatkan oleh industri dalam negeri. Hal ini bertujuan agar ketika
Indonesia bisa mengekspor ke pasar internasional, Indonesia harus terlebih
dahulu menguasai permintaan pasar dalam negeri. Meskipun jika dinilai,
keuntungan yang dihasilkan secara financial
pada pasar internasional jauh lebih tinggi daripada ketika memenuhi industri
dalam negeri. Namun, dengan penyerapan
produk hasil laut yang besar oleh pasar domestik akan membuktikan eksistensi
industri lokal untuk berproduksi secara efektif dan efisien karena dengan
membeli produk hasil laut dalam negeri pasti akan lebih murah daripada
mengimpor sehingga harga produk industri-industri tersebut lebih terjangkau
oleh masyarakat. Menanggapi banyaknya permasalahan dalam pertahanan keamanan
pemanfaatan kekayaan laut, pemerintah saat ini sedang memperkuat diplomasi
hukum tentang laut sehingga tidak ada lagi bentuk-bentuk kecurangan dan
penyalahgunaan pemanfaatan laut yang merugikan perekonomian Indonesia. Untuk
menunjang kualitas dari produk hasil laut, sebaiknya dilakukan program
peningkatan skill para pelaut dengan
pemberian tambahan pengetahuan mengenai alih teknologi modern sehingga para
pelaut dapat memaksimalkan proses pengelolaan hasil laut Indonesia. Karena dengan
teknologi yang didukung sumber daya manusia yang berkualitas akan meningkatkan perkembangan
perekonomian Indonesia dalam jangka panjang yang selanjutnya akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Barani,
Husni Mangga, 2004. Pemikiran Percepatan Pembangunan Perikanan